Thariqat
Qadiriyah Wa Naqsabandiyah/ Tarekat Qodiriyah Naqsyabandiyah adalah sebuah nama
tharikat yang diberikan oleh Syeikh Khatib Sambasi. Tharikat/Tarekat ini
populer dengan sebutan Thariqat Qadiriyah wa Naqsabandiyah atau disingkat
TQN.
Syaikh Ahmad Khatib Sambasi adalah putra Kalimantan Selatan yang belajar agama dan bermukim di Mekkah. Ia belajar tasawuf pada guru Sufi Qadiriyah, Syaikh Syamsuddin,sampai mendapat derajat yang tertinggi menggantikan gurunya di Jabal Qubais. Oleh gurunya ia diangkat menjadi "Syaikh Mursyid kamil al Mukammil", kemudian melanjutkan kegiatan gurunya di tempat tersebut sampai mendapat sambutan yang sangat antusias terutama dari para pelajar asal Nusantara sejak awal abad ke 19.
Syaikh Ahmad Khatib Sambasi adalah putra Kalimantan Selatan yang belajar agama dan bermukim di Mekkah. Ia belajar tasawuf pada guru Sufi Qadiriyah, Syaikh Syamsuddin,sampai mendapat derajat yang tertinggi menggantikan gurunya di Jabal Qubais. Oleh gurunya ia diangkat menjadi "Syaikh Mursyid kamil al Mukammil", kemudian melanjutkan kegiatan gurunya di tempat tersebut sampai mendapat sambutan yang sangat antusias terutama dari para pelajar asal Nusantara sejak awal abad ke 19.
Pada tahun
1870, ia merumuskan tharikat baru yang disebut TQN. TQN merupakan
penggabungan dua tharikat yang berbeda yaitu Qadiriyah dan
Naqshabandiyah menjadi metode tersendiri yang praktis untuk menempuh jalan
spiritual.
Nama Qadiriyah
didahulukan karena silsilah yang digunakan Syeikh Ahmad Khatib
Sambas sewaktu mengajarkan tharikat kepada muridnya. Kemudian para murid
inilah yang mengembangkan tharikat ini di Indonesia dengan bersumber pada
silsilah tharikat Qadiriyah, bukan Naqshabandiyah.
Dalam pengajarannya
Syaih Khatib Sambasi tidak mengajarkan dua ajaran tharikat itu secara
terpisah melainkan dikemas dalam satu kesatuan yang harus diamalkan secara
utuh. Walaupun kedua tharikat itu telah memiliki metode tersendiri dalam
ajarannya baik peraturan, prinsip maupun cara pembinaannya. Sehingga
bentuk tharikat ini adalah tharikat baru yang berbeda dengan kedua
tharikat dasarnya. Qadiriyah lebih mengutamakan dzikir Jahr yang diucapkan
secara jelas dan keras dalam menyebutkan kalimat nafyi wal itsbat (kalimat
La Ilaha Ilallohu), sementara tharikat Naqshabandi lebih suka pada dzikir
yang disampaikan dengan cara lembut dan samar (dzikr Qafiy) pada pelafalan
ism adz-Dzat, yaitu Allah-Allah-Allah.
Ternyata dalam
menyempurnakan formulasi tharikatnya, Syaikh Khatib Sambasi menggunakan
metode-metode tharikat lainnya, sebagaimana yang ditulis dalam kitab Fath
Al Arifin (1) yang menyatakan sebagai berikut :
Semula tharikat
kami dibangun di atas rangkaian huruf "Naqthu Jimin".
Huruf Nun =
Tharikat Naqshabndiyah
Huruf Qaf = Tharikat
Qadiriyah
Huruf Tha =
Tharikat Anfasiyah
Huruf Jim =
Tharikat al Junaidiyah
Huruf Min =
Tharikat al Muwafaqah.
Tharikat
Naqshabndiyah berdzikr dalam diam dan menahan nafas, menghadirkan lafadz
idmuzzat dalam hati (dan hal ini dilakukan sudah melakukan talqin dan bai'at),
Tharikat Qadiriyah berdzikir nyaring,
berdiri dan
duduk, Tharikat Anfasiyah berdzikr dengan peredaran nafas dan
Tharikat al
Junaidiyah membaca seperti :
Subhanallah,
4.000 kali pada hari Ahad
Al hamdu Lillah
, 4.000 kali pada hari Senin
Lailaha
Ilallohu, 4.000 kali pada hari Selasa
Allahu Akbar,
4.000 kali pada hari Rabu
Lahaula Wala
Quwata Ila Bilah, 4.000 kali pada hari Kamis,
Shalawat pada
hari Jumat
Dan Istighfar
pada hari Sabtu.
Dan Tharikat al
Muwafaqah berwirid dengan Asmaul husna yang bersamaan dengan perhitungan
nama (yang mengamalkannya). Tarekat ini disebut Samaniyah yang menghimpun
semua tharikat di dalamnya.
Perkembangan di
Nusantara
Dalam
perkembangannya di Indonesia, tarekat ini disebarkan sejak datangnya murid
Syaikh Akhmad Khatib Sambas. Di Kalimantan Barat, tharikat ini disebarkan
oleh dua orang muridnya, yaitu Syaikh Nuruddin (Filipina) dan Syaikh
Muhammad Saad (Asli Sambas). Syaikh Abdul Karim dari Banten merupakan
ulama yang paling banyak berjasa dalam penyebaran TQN di tanah Jawa. Tiba
di Banten sekitar 1870-an kemudian beliau mendirikan pesantren sekaligus
pusat penyebaran TQN.
Tradisi upacara
ritual yang pokok dalam TQN ada 3 hal, yaitu upacara pembaiatan, upacara
manaqiban2), dan upacara khataman.
Ketiga macam
upacara tersebut merupakan berasal dari tharikat Qadiriyah.
Amaliyah TQN :
Talqin Dzikir.
Secara harafiah
talqin artinya pelajaran. Jadi, talqin dzikir artinya pelajaran dzikir.
Bagi orang yang akan mengikuti TQN harus belajar dzikir terlebih dahulu
atau harus baiat terlebih dahulu. Di sini yang mentalqin adalah orang yang
berwenang yaitu mursyid, atau oang lain yang mendapatkan kewenangan dari
mursyid (disebut wakil talqin).
Dzikir jahr
Dzikir jahr
adalah dzikir dengan suara keras, yaitu mengucapkan lafal La Ilaha
Illallah baik sendiri maupun bersama dengan suara keras.
Dzikir Khafi
Dzikir khafi
adalah dzikir tanpa suara, dilakukan di qalbu, tekniknya harus ditalqin
oleh seorang mursyid sebagaimana Rasulullah mentalqin sahabat Abu Bakar, yaitu
dengan menutup mata, merapatkan gigi, melipatkan ujung lidah, serta dagu
dirapatkan ke arah dagu sebelah kiri, itulah sanubari berdzikir dengan
menyebut nama Dzat Allah.
Salat Sunah
Rawatib
Salat sunah
rawatib yaitu salah sunah yang mengikuti salat fardhu, biasa disebut salat
sunah qabliyah dan ba'diyah.
Salat Sunah
Nawafil
Salat sunah
nawafil ada beberapa macam. Misalnya salat sunah mutlaq, salat sunah
jumat, salat sunah awwabin, salat sunah syukur nikmat, salat sunah dhuha,
salat istiharah, salat tasbih, salat hajat, salat taubah, salat tahajud,
salat syukr wudu, salat sunah tahiyatul masjid, salat sunah li daf'i al
bala', salat sunah kifarat al baul, salat sunah bir al wiladaini, salat sunah
li hif'i al iman, salat sunah isti'azah, salat sunah isyraq, salat sunah
witir dan lain-lain. (2)
Serta beberapa amaliyah lainnya yang insyaAllah akan diuraikan dalam blog ini...
Sumber:
1. Kitab Fathul Arifin Karya Syaikh Ahmad Khatib Syambas
2. Kitab Ibadah Karya Syaikh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar