Tanbih ini dari Syaekhuna Almarhum Syaikh Abdullah Mubarok bin
Nur Muhammad yang bersemayam di Patapan Suryalaya Kajembaran Rahmaniyah.
Sabda beliau kepada khususnya segenap murid-murid pria maupun wanita, tua
maupun muda :
“Semoga ada dalam kebahagiaan, dikaruniai Allah Subhanahu Wata’ala
kebahagiaan yang kekal dan abadi dan semoga tak akan timbul keretakan dalam
lingkungan kita sekalian.
Pun pula semoga Pimpinan Negara bertambah kemuliaan dan keagungannya supaya
dapat melindungi dan membimbing seluruh rakyat dalam keadaan aman, adil dan
makmur dhohir maupun bathin.
Pun kami tempat orang bertanya tentang Thariqah
Qadiriyah Naqsabandiyah, menghaturkan dengan tulus ikhlas wasiat
kepada segenap murid-murid : berhati-hatilah dalam segala hal jangan sampai
berbuat yang bertentangan dengan peraturan agama maupun negara.
Ta’atilah kedua-duanya tadi sepantasnya, demikianlah sikap manusia yang tetap
dalam keimanan, tegasnya dapat mewujudkan kerelaan terhadap Hadlirat Illahi
Robbi yang membuktikan perintah dalam agama maupun negara.
Insyafilah hai murid-murid sekalian, janganlah terpaut oleh bujukan nafsu,
terpengaruh oleh godaan setan, waspadalah akan jalan penyelewengan terhadap
perintah agama maupun negara, agar dapat meneliti diri, kalau kalau tertarik
oleh bisikan iblis yang selalu menyelinap dalam hati sanubari kita.
Lebih baik buktikan kebajikan yang timbul dari kesucian :
1. Terhadap
orang-orang yang lebih tinggi daripada kita, baik dlohir maupun batin, harus
kita hormati, begitulah seharusnya hidup rukun dan saling menghargai.
2. Terhadap
sesama yang sederajat dengan kita dalam segala-galanya, jangan sampai terjadi
persengketaan, sebaliknya harus bersikap rendah hati, bergotong royong dalam
melaksanakan perintah agama maupun negara, jangan sampai terjadi perselisihan
dan persengketaan, kalau-kalau kita terkena firman-Nya “Adzabun Alim”, yang berarti duka-nestapa untuk
selama-lamanya dari dunia sampai dengan akhirat (badan payah hati susah).
3. Terhadap
oarang-orang yang keadaannya di bawah kita, janganlah hendak menghinakannya
atau berbuat tidak senonoh, bersikap angkuh, sebaliknya harus belas kasihan
dengan kesadaran, agar mereka merasa senang dan gembira hatinya, jangan
sampai merasa takut dan liar, bagaikan tersayat hatinya, sebaliknya harus
dituntun dibimbing dengan nasehat yahng lemah-lembut yang akan memberi
keinsyafan dalam menginjak jalan kebaikan.
4. Terhadap
fakir-miskin, harus kasih sayang, ramah tamah serta bermanis budi, bersikap
murah tangan, mencerminkan bahwa hati kita sadar. Coba rasakan diri kita
pribadi, betapa pedihnya jika dalam keadaan kekurangan, oleh karena itu
janganlah acuh tak acuh, hanya diri sendirilah yang senang, karena mereka
jadi fakir-miskin itu bukannya kehendak sendiri, namun itulah kodrat Tuhan.
Demikanlah sesungguhnya sikap manusia yang penuh kesadaran,
meskipun terhadap orang-orang asing karena mereka itu masih keturunan Nabi
Adam a. s. mengingat ayat 70 Surat Irso yang artinya :
“Sangat
kami mulyakan keturunan Adam dan kami sebarkan segala yang berada di darat
dan di lautan, juga kami mengutamakan mereka lebih utama dai makhluk
lainnya.”
Kesimpulan dari ayat ini, bahwa kita sekalian seharusnya saling
harga menghargai, jangan timbul kekecewaan, mengingat Surat Al-Maidah yang
artinya :
“Hendaklah
tolong menolong dengan sesama dalam melaksanakan kebajikan dan ketaqwaan
dengan sungguh-sungguh terhadap agama maupun negara, sebaliknya janganlah
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan terhadap perintah agama
maupun negara".
Adapun soal keagamaan, itu terserah agamanya masing-masing,
mengingat Surat Al-Kafirun ayat 6 :”Agamamu
untuk kamu, agamaku untuk aku”,
Maksudnya jangan terjadi perselisihan, wajiblah kita hidup rukun dan damai,
saling harga menghargai, tetapi janganlah sekali-kali ikut campur.
Cobalah renungakan pepatah leluhur kita:
“ Hendaklah kita bersikap budiman, tertib dan damai, andaikan tidak demikian,
pasti sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna”. Karena yang
menyebabkan penderitaan diri pribadi itu adalah akibat dari amal perbuatan
diri sendiri.
Dalam surat An-Nahli ayat 112 diterangkan bahwa :
“Tuhan
yang Maha Esa telah memberikan contoh, yakni tempat maupun kampung, desa
maupun negara yang dahulunya aman dan tenteram, gemah ripah loh jinawi, namun
penduduknya/penghuninya mengingkari nikmat-nikmat Allah, maka lalu
berkecamuklah bencana kelaparan, penderitaan dan ketakutan yang disebabkan
sikap dan perbuatan mereka sendiri”.
Oleh karena demikian, hendaklah segenap murid-murid bertindak
teliti dalam segala jalan yang ditempuh, guna kebaikan dlohir-bathin, dunia
maupun akhirat, supaya hati tenteram, jasad nyaman, jangan sekali-kali timbul
persengketaan, tidak lain tujuannya “ Budi Utama-Jasmani Sempurna “ (Cageur-Bageur).
Tiada lain amalan kita, Thariqah
Qadiriyah Naqsabandiyah, amalkan sebaik-baiknya guna mencapai segala
kebaikan, menjauhi segala kejahatan dhohir bathin yang bertalian dengan
jasmani maupun rohani, yang selalu diselimuti bujukan nafsu, digoda oleh
perdaya syetan.
Wasiat ini harus dilaksanakan dengan seksama oleh segenap
murid-murid agar supaya mencapai keselamatan dunia dan akhirat.
Amin.
Patapan Suryalaya, 13 Pebruari 1956
Wasiat ini disampaikan kepada sekalian ikhwan
(KH.A Shohibulwafa Tadjul
Arifin)
|
ijin ngopi
BalasHapusKobiltu
BalasHapus