Minggu, 20 September 2015

Tujuan dan Dasar-dasar TQN

Yang kita bahas dan uraikan secara khusus di blog ini selanjutnya adalah amaliyah TQN dari Pondok Pesantren Suryalaya namun ada baiknya kita mengetahui apa tujuan , dasar-dasar dan amaliyah dari TQN. 
A. Tujuan TQN
Tujuan TQN sama dengan tujuan Islam itu sendiri, yaitu menuntun manusia agar mendapat ridha Allah, sejahtera di dunia dan bahagia di akhirat.
“Tuhanku, Engkaulah yang aku maksud dan keridoan-Mu yang aku cari. Berilah aku kemampuan untuk bisa mencintai-Mu dan ma’rifah kepada-Mu”.
Dalam do’a tersebut terkandung empat macam tujuan TQN itu sendiri yaitu :
1. Taqarrub Ilallah SWT.
Ialah mendektakan diri kepada Allah dengan jalan dzikrullah.
2. Menuju jalan Mardhatillah
Ialah menuju jalan yang diridai Allah Swt. Baik dalam ‘ubudiyyah maupun di luar ubudiyyah.
3. Kema’rifatan (al-ma’rifah); melihat tuhan dengan mata hati.
4. Kemahabbahan (kecintaan) terhadap “Dzat Laisa kamislihi Syaiun” yang mana dalam mahabbah itu mengandung keteguhan jiwa dan kejujuran hati.

B. Dasar-dasar TQN
Adapun dasar-dasar TQN agar dapat mencapai tujuan sebagaimana tertulis di atas, dijelaskan oleh Tuan Syaikh sendiri yaitu sebagai berikut :
1. Tinggi cita-cita. Barangsiapa yang tinggi cita-citanya maka menjadi tinggilah martabatnya.
2. Memelihara kehormatan. Barangsiapa memelihara kehormatan Allah, Allah akan memelihara kehormatannya.
3. Memperbaiki hidmat. Barangsiapa memperbaiki khidmat, ia wajib memperoleh rahmat.
4. Melaksanakan cita-cita. Barangsiapa berusaha mencapai cita-citanya, aia kan sealu memperoleh hidayah-Nya.
5. Membesarkan nikmat. Barangsiapa membesarkan nikmat Allah berarti ia bersyukur kepada Allah. Barangsiapa bersyukur kepada-Nya maka ia akan mendapatkan tambahan nikmat sebagai yang dijanjikan Allah.

C. Amaliyah dalam TQN
Amaliyah yang bersifat spiritual ini harus diamalkan oleh siapa saja yang telah menyatakan diri melallui “talqin” sebagai murid dan ikhwan bagi Guru Mursyid dalam komunitas tarekat termaksud.
1. Zikir
Zikir, secara lugawi artinya ingat, mengingat atau eling dalam bahasa sunda. Yang dimaksud dalam TQN adalah zikir bimakna khas. Zikir bimakna khas adalah “hudurul Qalbi ma’allah” (hadirnya hati kita bersama Allah). Zikir dalam arti khusus ini terbagi dua 1) zikir jahr dan 2) zikir khafi.
Baik zikir jahr maupun zikir khafi mempunyai landasan yang kuat dari al-Qur’an dan tradisi Rasulullah saw.
Dalil-dalil zikir dalam al-Qur’an
“Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring” (QS. 3 : 191)
“Maka berzikirlah kepada-Ku, pasti aku akan mengingat-mu,…” (QS. 2 : 152).
Dalil-dalil dzikir dalam Hadis Rasulullah saw.
“Perbaharuilah iman kamu sekalian !. para sahabat bertanya : Bagaimana cara kami memperkuat dan memperbaharui iman itu ya Rasulullah ? Rasul bersabda ialah dengan memperbanyak ucapan laailaaha illalaah”.
1) Hendaklah orang yang berdzikir mempunyai wudu yang sempurna.
2) Hendaklah orang yang berzikir melakukannya dengan gerakan yang kuat.
3) Berdzikir dengan suara keras sehingga dihasilkan cahaya zikr di dalam abtin orang-orang yang berzikir dan menjadi hiduplah hati-hati mereka.

2. Khataman
Kata khataman berasala dri kata “khatama yakhtumu khataman”artinya selesai/ menyelesaikan. Maksud khataman dalam TQN adalah menyelesaikan atau menamatkan pembacaan aurad (wirid-wirid) yang menjadi ajaran TQN pada waktu-waktu tertentu.

3. Manakib (Manaqib)
Kata manakib merupakan kata jama dari manqabah mendapat akhiran an. Manqabah sendiri artinya babakan sejarah hidup seseorang.
Jama dari manqobah adalah manaqib. Dalam tradisi bahasa sunda kata manaqib ditambah dengan an sehingga bacaannya menjadi manaqiban yang mengandung arti proses pembacaan penggalan hidup seseorang secara spiritual. Manaqib dalam TQN adalah manaqib Syaikh Abdul Qadir al-Jilani sebagai pendiri tariqat Qadiriyyah.
Manaqiban dalam TQN merupakan amalan syahriyyah artinya amalan yang harus dilakukan minimal satu bulan satu kali. Biasanya materi manaqiban terbagi pada dua bagian penting. Pertama, materi (kontens) tentang hidmah ‘amaliyah. Hidmah amaliyah ini adalah inti manaqiban itu sendiri. Substansi ajarannya ialah meliputi :
1. Pembacaan ayat suci al-Qur’an
2. Pembacaan Tanbih
3. Pembacaan Tawassul
4. Pembacaan manqabah Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jilani
5. Do’a
6. Tutup
Kedua hidmah ‘Ilmiyyah. Maksud hidmah ilmiyyah adalah pembahasan tasawuf secara keilmuan dan pembahasan aspek-aspek ajaran Islam keseluruhan.

Tujuan Manaqiban
1) Mencintai dan menghormati zurriyyah (keturunan) Rasulullah saw.
2) Mencintai para ulama, salihin dan para wali.
3) Mencari berkah dan syafa’at dari Syaikh Abdul Qadir al-Jilani.
4) Bertawassul dengan tuan Syaikh Abdul Qadir al-Jilani karena Allah semata.
5) Melaksanakan nazar karena Allah semata, bukan karena maksiat.

4. Riyadoh
Riyadoh secara etimologis artinya latihan. Dalam term tasawuf yang dimaksud riyadoh adalah latihan rohani dengan cara tertentu yang lazim dilakukan dalam dunia tasawuf. Dalam tradisi TQN, riyadoh yang paling utama adalah dzikirullah.

5. Ziarah
Ziarah menurut bahasa berasal dari akar kata zaara – yazuuru, ziyaaratan artinya berkunjung atau mengunjungi. Menurut istilah ziarah adalah mengunjungi tempat-tempat suci, atau berkunjung ke kepada orang-orang salih, para nabi, para wali, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dengan niat karena Allah.
Tujuan Ziarah, antara lain :
1) Mengingatkan kita akan kematian.
2) Mengambil pelajaran (‘ibrah) dari kehidupan manusia-manusia salih (salihin).
3) Mendo’akan kepada arwah mukminin yang sudah meninggal mendahului kita.
4) Attabarruk.

6. Khalwat
Khalwat artinya mengasingkan diri dari keramaian dunia ke suatu tempat dengan tujuan agar konsentrasi beribadah kepada Allah semata. Khalwat bagi salik mubtadi (pengamal tarekat baru) harus dibawah bimbingan Guru Mursyid. Lama masa khalwat tergantung pada bimbingan guru bisa jadi sepuluh hari, dua puluh hari hingga empat puluhhari. Paling sedikit tiga hari.
Dalam kitab Tanwir al-Qulub, Syaikh Amin Kurdi menjelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang salik yang akan berkhalwat yaitu:
1) Niat dengan ikhlas
2) Meminta izin kepada mursyidnya sekaligus memohon do’anya.
3) Didahului dengan ‘uzlah, tidak tidur malam, berpuasa dan terus berdzikir.
4) Masuk tempat khlawat mendahulukan kaki kanan dengan membaca ta’awwuz, basmalah dan membaca surat an-Nas tiga kali.
5) Dawam al-Wudlu.
6) Jangan bertujuan ingin mendapat karamat.
7) Tidak menyandar badan ke dinding.
8) Rabithah.
9) Berpuasa.
10) Diam dan terus Zikrullah.
11) Waspada terhadap godaan yang empat,syaitan, materi, nafsu dan syahwat. Dan laporkan kepada guru apa yang terjadi sewaktu khalwat.
12) Menjauhi sumber suara.
13) Salat fardu tetap berjama’ah demikian juga jum’at tidak boleh ditinggalkan.
14) Jika harus keluar maka kepala ditutup dan melihat ke tanah.
15) Jangan tidur, kecuali kalau sangat ngantuk boleh tetapi punya wudu. Tidak tidur untuk rehat badan, bahkan kalau mampu jangan sampai merebahkan badannya ke lantai tetapi tidurlah sambil duduk.
16) Tidak lapar tidak kenyang.
17) Jangan membuka pintu kepada orang yang bermaksud meminta berkah kepadanya.
18) Semua keni’matan yang dialaminya harus merasa hanyalah dari gurunya.
19) Menapikan getaran dan lintasan dalam hati, apakah getaran baik atau jelek, karena boleh jadi mengganggu kekhusuan hati.
20) Terus berdzikir dengan cara yang telah diperintahkan guru sampai guru memerintah berhenti dan keluar dari khalwat.

7. Tanbih
Secara vertikal TQN membimbing manusia menuju kepada Tuhan dan secara horizontal memberikan rambu-rambu dan prinsip-prinsip bagaimana seharusnya kita hiddup secara berjamaah dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tanbih juga mengandung ajaran moral, menyangkut pelbagai kehidupan pribadi, keluarga masyarakat dan negara secara luas.

D. Hasil yang Dicapai
HM. Subandi, pakar psikologi dari Universitas Gajah Mada, telah melakukan penelitian tentang dampak kejiwaan yang timbul dari pengamalan TQN Pondok Pesantren Suryalaya.
1. Kemampuan memecahkan masalah, dari mulai masalah pribadi, keluarga, karir, polotik, ekonomi dan lain-lain.
2. Ketahanan emosional yang tinggi, meskipun mengalami berbagai situasi yang menyedihkan atau mengecewakan ia tidak mengalami gangguan mental karenanya.
3. Ketenangan batin, tidak merasa cemas atau waswas dalam menghadapi situasi yang tidak menentu.
4. Pengendalian diri yang baik (kontrol diri), tidak terbawa arus kemanapun pergi.
5. Pemahaman terhadap dirinya sendiri secara baik.
6. Menemukan jati dirinya atau dalam istilah psikologi “individuasi” karena mampu menemukan dirinya maka ia pun mampu menemuka Tuhannya.
7. Memiliki kesadaran lain atau dalam istilah psikologi disebut “altered states of consiousness” yaitu kesadaran “supernormal” (bukan para normal), yang pada umumnya dimiliki oleh orang yang berwawasan spiritual atau tingkat kerohanian tinggi.
Sumber : Ringkasan Buku (Cahaya Tasawuf) 


Penulis : Dr. H. Cecep Alba, MA (Rektor IAILM Suryalaya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar